Profil Salahuddin bin Talibuddin yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Aulia Hafisa Suara.Com
Sabtu, 05 November 2022 | 11:56 WIB
Profil Salahuddin bin Talibuddin yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Ilustrasi Salahuddin bin Talibuddin
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menjelang Hari Pahlawan 2022, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh. Salah satunya Salahuddin bin Talibuddin. Profil Salahuddin bin Talibddin identik dengan pejuang kemerdekaan asal Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.

Pengkajian mengenai kelayakan pemberian gelar pahlawan nasional ini dilakukan oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) Provinsi Maluku Utara. Sosoknya dinilai berkontribusi dalam pembangunan nasional berdasarkan Pancasila selama 32 tahun. 

Dedikasinya terhadap Nusantara ditunjukkan lewat kegiatan politik. Lewat aktivitas inilah, Salahuddin bin Talibuddin rela mendekam di pengasingan. Dia dibuang di Boven Digoel hingga 1942. Sebelumnya, Salahuddin juga menjalani pengasingan di Sawahlunto pada 1918 – 1923. 

Pria kelahiran 1874 di Desa Gemia, Kecamatan Patani, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara ini memulai kiprah politik pada 1928. Di tahun tersebut Salahuddin muda bergabung dengan Serikat Islam yang baru berdiri selama tiga tahun di Ternate. Gerakan politiknya saat itu banyak ditentang kolonial. Namun, Salahuddin bin Talibuddin lolos dari penangkapan Belanda saat itu. 

Baca Juga: 7 Momen Annisa Pohan Temui Selebgram Bunda Corla, Paksa Suami Bertemu

Kesempatan berorganisasi kemudian memantapkan langkah Salahuddin di bidang politik. Selanjutnya, dia memilih bergabung dengan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) pada 1938. Mewakili organisasi, Salahuddin duduk di kepengurusan Gabungan Politik Indonesia (Gapi) bersama tokoh-tokoh lain asal Maluku. 

Karier politik Salahuddin berakhir setelah dirinya diasingkan di Boven Digoel. Dia vakum dari dunia pergerakan selama proses pengasingan. Pada 1942, Salahuddin dibebaskan oleh tentara Jepang. Dia kemudian tinggal di Sorong Papua hingga empat tahun kemudian. Dari sana dia kembali ke kampung halamannya di Kecamatan patani, Halmahera Tengah. 

Di kampung halaman, Salahuddin tak tinggal diam. Berbekal pengalaman berorganisasinya, dia mendirikan organisasi keagamaan bernama Sarikat Jamiatul Iman wal Islam. Pengikut sarikat ini juga jamak menyebut organisasi sebagai Sarikat Islam.

Lewat Sarikat Islam, Salahuddin memiliki visi mempertahankan Islam di Maluku namun tetap sejalan dengan proklamasi kemerdekaan. Sarikat Islam juga dideklarasikan sebagai organisasi yang sejalan dengan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Dua proklamator yang baru saja dilantik sebagai pasangan presiden-wakil presiden pertama Indonesia. 

Kegiatan Sarikat Islam tidak jauh dari menyebarluaskan semangat proklamasi bagi penduduk di Halmahera Tengah dan Maluku Utara. Salahuddin juga mewajibkan seluruh pengikut Sarikat Islam untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca Juga: 4 Hal yang Bisa Membuat Kamu Tidak Disukai Atasan di Tempat Kerja

Namun, perjuangan ini bukan hal yang mudah. Salahuddin dan pimpinan tertinggi lain di Sarikat Islam dituduh ingin merongrong pemerintahan yang sah saat itu dan menggantinya dengan setia kepada NKRI.

Pada September 1947, Salahuddin dinyatakan bersalah. Salahuddin dijatuhi hukuman mati, sementara pemimpin lain dihukum antara 6-12 tahun penjara. Gubernur Jenderal Van Mook pada 1948 menolak permohonan grasi Salahuddin. Dia dihukum mati di lapangan tembak militer di Skep Ternate dan dikebumikan di permakaman muslim setempat. 

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI